Aris Pramudia
Pengantar
Dalam dua tahun terakhir ini, beberapa surat kabar mengemukakan tentang gangguan hama keong mas yang menyerang tanaman padi yang masih muda mulai dari Sumatera, Jawa hingga Papua. Sejumlah petani di Kecamatan Palas, Lampung Selatan harus mengulang tanam hingga beberapa kali karena padinya diserang hama keong mas pada musim tanam rendeng akhir tahun 2008 (Lampung Pos, 15-12-2008). Di Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh, petani diperkirakan sempat tidak menikmati hasil panen karena setelah tiga hari terendam banjir bandang, puluhan ribu hektar tanaman padi mereka digerogoti keong mas (Gatra.com, 01-12-2000). Memasuki musim tanam pertama 2008, hama keong mas menyerang 31 ha tanaman padi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Purworejo, dan mengancam 3.126 ha sawah lainnya di tiga kecamatan yang menjadi langganan hama keong mas, di antaranya Kecamatan Purwodadi, Ngombol, Bagelen dan Bayan (Radar Yogya, 17 -12-2008). Begitu juga di Pekalongan, sedikitnya sekitar 80 hektare lahan sawah produktif di wilayah Pekalongan, Jawa Tengah, terancam serangan hama keong mas (Kompas.com, 30-11-2008). Serangan hama keong mas juga mengganggu upaya percepatan tanam di musim tanam gadu yang dilakukan petani di sejumlah wilayah di Kabupaten Cirebon (Pikiran Rakyat online, 22-04-2009). Masih ada lagi berita dari daerah Klaten, Pati dan kota-kota lainnya.
Tak hanya di Pulau Sumatera dan Jawa yang dikenal sebagai lumbung padi nasional, keong mas (Pomacea canaliculata) atau keong murbei pun bermasalah di Manokwari, Papua. Meskipun hidup leluasa di rawa dan danau, keong mas identik dengan hama yang menyerang hamparan padi muda.
Sejak kapan keong mas menjadi hama padi?
Dalam Kompas.com (22-08-2009) dikemukakan bahwa menurut para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), keong mas keluarga Pomacea masuk di Asia, termasuk Indonesia, pada pertengahan tahun 1980-an. Keong-keong itu didatangkan dari Amerika Selatan, yang juga dikenal sebagai negara pemasok fauna dan flora ke sejumlah negara tropis.
Awalnya, keong mas itu dikenalkan sebagai binatang piaraan karena menggemaskan dan sebagai pangan sumber protein. Namun, tak lama kemudian, kabar buruk datang dari petani. Keong-keong berwarna keemasan menyerang hamparan padi di kawasan Jawa Barat. Pangkal batang menjadi target serangan mematikan.
Tak hanya di Indonesia, keong mas jenis Pomacea canaliculata (setidaknya sejauh ini dari jenis itu yang terdeteksi secara ilmiah) ternyata juga menginvasi sejumlah negara, seperti Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Myanmar, Taiwan, China, Jepang, negara-negara di kawasan Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Hingga kini belum ada laporan yang menyebutkan pembasmian dapat dituntaskan.
Di Indonesia, penanganannya masih jauh dari tuntas. Tak sedikit petani yang mengatasinya secara manual: menangkap dan membuangnya atau menggunakan jebakan kayu berikut umpan.
Petani sudah bisa mengatasi jika terjadi serangan hama merambat dan bercangkang tersebut, antara lain dengan mengambili satu per satu atau memasang ajir (belahan bambu). Cara seperti itu paling efektif daripada disemprot dengan obat-obatan karena hama tak akan mati.
Cara lain untuk mengatasi hama keong mas adalah dengan menyiasati saat tanam. Jika pada lahan sudah kelihatan tanda-tanda terjadi serangan keong, hendaknya petani memilih bibit padi yang berumur 28 hari. Biasanya keong mas tidak akan memakan jika umur padi sudah lebih tua. Selain umur bibit padi lebih tua, bibit yang ditanam ditambah jumlahnya. Maksudnya, hal itu untuk mengantisipasi jika tetap terjadi serangan.
Seberapa bahayanya serangan keong mas terhadap tanaman padi?
Kalau kita bertanya kepada para petani apakah yang paling menakutkan mereka lebih dari tikus? Jawaban mereka adalah keong mas (golden apple snails). Keong mas sangatlah ditakuti karena bisa merusak sebidang sawah hanya dalam satu malam.
Keong mas dapat ditemukan bergantungan pada tanaman padi atau pada tepian sawah. Keong ini merupakan hama utama sawah sawah padi di Asia Tenggara. Pada sekitar akhir tahun 1980-an, hama ini menghancurkan hampir setengah dari total tanaman padi di Filipina dan membuat para petani di sana amat merana.
Keong mas (Pomacea Canaliculata Lamarck) berkembang biak sangat cepat. Menjadi dewasa kurang dari satu bulan dan memproduksi telur sekitar seribu telur sebulannya dalam kurun waktu tiga sampai empat tahun usia mereka. Keong mas (Pomacea canaliculata) atau keong murbei menyerang hamparan padi muda.
Meskipun serangan keong memang tak secepat dan sedramatis serangga. Namun, hasilnya sama: penurunan produksi padi yang di beberapa tempat hampir mencapai 20 persen.
Dalam semalam, seekor keong mampu melahap beberapa rumpun padi muda, terutama saat baru ditanam hingga usia dua minggu setelah tanam. Akibatnya, rumpun padi pun mati karena daunnya habis dimakan keong. Namun rumpun yang berusia di atas satu bulan lebih aman karena batangnya telah mengeras. Saat curah hujan tinggi, perkembangan keong menjadi lebih efektif
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang efektif untuk membasmi hama keong mas di lahan sawah. Selama ini, antisipasi yang dilakukan petani dalam mengendalikan serangan hama keong mas adalah dengan cara memberi bubuk racun pada lahan sawah sebelum masa tanam padi. Biasanya bubuk atau cairan racun itu dicampur pada pupuk urea dan disebarkan di seluruh lahan sawah sebelum penaman dilakukan. Tapi ini pun terkadang tidak efektif, karena kenyataan di lapangan keong mas hanya terbenam saja di tanah dan saat hujan datang, kembali datang dan menyerang tanaman.
Selain pemberian racun yang digunakan untuk membasmi hama keong mas tersebut, petani juga biasa melakukan dengan cara manual yakni diberi pancingan makan berupa daun-daun, buah nangka busuk dan batang-batang keladi yang dicacah dan diletakkan di sawah. Ini terbukti dapat mematikan keong setelah sore harinya dan petani tinggal mengutip keong-keong di lahan sawah. Cara manual ini banyak dilakukan petani, meski harus repot untuk mengutip keong yang mati pada sorenya.
Gambar 1. Telur keong mas menempel pada batang atau daun tanaman padi.
Petani padi sawah juga mengantisipasi serangan keong dengan menanam bibit padi yang lebih tua yakni berusia 30 hingga 35 hari setelah penyemaian untuk ditanam. Sebab, batang padi sudah lebih keras sehingga tahan dengan gigitan keong mas.
Namun, pada intinya petani harus dapat memperhatikan dan mengatur sistem pengairannya setelah padi ditanam. Lahan sawah harus kering atau dengan air cukup hingga tidak tergenang atau banjir.
Mensiasati ‘Serangan’ Keong Mas dengan Pengelolaan Air
Keong mas dapat bergerak cepat jika sebagian besar badannya berada di bawah permukaan air, namun sebaliknya sulit bergerak di tempat yang macak-macak. Pengalaman dalam berdiskusi di lapangan dengan petani Kabupaten Solok Sumatera Barat, para petani tersebut memiliki cara yang jitu untuk ‘menghindari’ serangan keong mas terhadap padi di sawah mereka.
Ada beberapa hal yang dilakukan petani dalam menghindari keong mas tersebut:
a) Memperdalam bagian areal pertanaman yang berada di sebelah pematang sawah sehingga berbentuk seperti parit;
b) Menggunakan sistem pengairan macak-macak pada areal pertanaman padi muda hingga padi berumur kira-kira 20-30 hari setelah tanam.
c) Membiarkan tumbuh rumput-rumputan halus pada pematang sawah.
Meskipun sawah tidak tergenangi karena menggunakan sistem pemberian air macak-macak, namun kondisi tanah tersebut pada areal pertanaman tetap akan cukup mensuplai air untuk memenuhi kebutuhan penguapan tanaman. Kondisi areal pertanaman yang macak-macak tidak disukai oleh keong mas, sehingga sangat kecil kemungkinannya keong mas akan akan merambah ke areal pertanaman padi untuk memakan padi muda. Sebaliknya, bagian tepi areal pertanaman yang berbatasan dengan pematang tetap digenangi air dan berfungsi seperti parit. Karena keong mas senang berenang dan menyukai air genangan, maka keong mas akan berkumpul di parit. Untuk memenuhi kebutuhan makanannya, keong mas akan memakan tumbuh-tumbuhan yang ada di pematang. Hal ini terus dilakukan hingga tanaman padi berusia 20-30 hari, dengan pertimbangan bahwa pada umur tersebut batang dan daun padi masih lunak sehingga dapat dimangsa oleh keong mas. Selama periode ini, keong mas dapat ditangkap dengan mudah untuk dijadikan makanan bagi itik sawah, yang memang merupakan musuh alami bagi keong mas.
d) Menggenangi areal pertanaman setelah padi berumur lebih dari 20-30 hari.
Pada saat 20-30 hari setelah tanam mulai dilakukan penggenangan pada areal pertanaman padi di tengah sawah. Dengan adanya genangan ini, keong mas akan mulai berenang ke areal pertanaman padi di tengah sawah. Dengan pertimbangan bahwa pada usia tersebut tanaman padi sudah cukup keras untuk dimangsa oleh keong mas, maka tidak ada padi yang dapat dimakan oleh keong mas. Dengan demikian tanaman padi ‘aman’ dari kehancuran yang diakibatkan oleh keberadaan keong mas. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan makanannya, keong mas akan memakan rumput-rumputan yang ada di sekitar tanaman padi di tengah sawah. Dengan demikian, pada periode ini keong mas berfungsi juga sebagai ‘sahabat’ yang membantu dalam proses penyiangan di sawah.
Tepi areal pertanaman yang berbatasan dengan pematang dikondisikan seperti parit tergenang, dapat berfungsi sebagai tempat hidup bagi keong mas. Sebaliknya, kondisi areal pertanaman dibuat macak-macak. | Itik atau bebek sawah merupakan musuh alami keong mas, dapat difungsikan untuk memangsa keong mas yang berkumpul pada parit di dekat pematang sawah. |
Gambar 2. Teknik atau siasat dalam ‘menghindari serangan keong mas’ melalui sistem pertanaman dan pengelolaan air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR