Sapi adalah juara emisi gas CO2. Angin dan sendawa yang mereka hasilkan secara total lebih banyak daripada pencemaran asap pesawat terbang, mobil dan truk.
Penelitian menunjukkan bahwa peternakan sapi bertanggung jawab atas 50% emisi CO2 global. Sebuah tanaman mungil bisa mengatasi masalah ini.
Para peneliti dari World Watch Institute, menyimpulkan bahwa mengurangi emisi ternak adalah jalan paling cepat dan efektif daripada metode lain dalam menekan emisi gas rumah kaca. Sapi menyebar jauh lebih sedikit CO2 kalau makan gulma itik.
Di Belanda, sedang dilakukan uji coba besar-besaran untuk menunjukkan apakah tanaman gulma itik secara komersial bisa menjadi pakan ternak.
Penelitian menunjukkan bahwa peternakan sapi bertanggung jawab atas 50% emisi CO2 global. Sebuah tanaman mungil bisa mengatasi masalah ini.
Para peneliti dari World Watch Institute, menyimpulkan bahwa mengurangi emisi ternak adalah jalan paling cepat dan efektif daripada metode lain dalam menekan emisi gas rumah kaca. Sapi menyebar jauh lebih sedikit CO2 kalau makan gulma itik.
Di Belanda, sedang dilakukan uji coba besar-besaran untuk menunjukkan apakah tanaman gulma itik secara komersial bisa menjadi pakan ternak.
Selama ini sapi-sapi Eropa terutama makan kedelai dari Amerika Latin. Dan itu tidak baik ketika mengetahui bahwa perkebunan kedelai mengorbankan hutan tropis yang berharga. Hutan yang hilang berarti produksi dua kali lebih banyak emisi gas rumah kaca.
Pohon-pohon yang berkurang berarti makin banyak CO2 yang tidak terserap dan menyebar di udara. Dan transportasi kedelai dari belahan lain bumi juga menambah parah emisi CO2.
Departemen Pertanian Belanda akan bekerja sama dengan Universitas Wageningen dan sejumlah perusahaan melakukan penelitian apakah gulma itik bisa menggantikan kedelai. Sekali dayung dua pulau terlampaui: hutan terselamatkan, dan gulma itik menekan emisi CO2 oleh sapi.
Biaya Produksi
Biayanya sangat penting, kalau pakan yang berbasis gulma itik itu harganya lebih mahal dari kedelai, maka gagasan itu tidak ada gunanya.
Bagi Jos Westerhof dari pabrik pakan Forfarmers yang ikut penelitian ini mengatakan bahwa ujicoba gulma itik itu harus menjawab satu pertanyaan: "Apakah secara finansial menarik bagi kita untuk menggunakan gulma itik atau gulma itik? Karena kami tentu saja selalu mempertimbangkan beaya bahan baku. Selama ini kami pakai kedelai, karena lebih murah. Pada akhirnya, tentu saja ekonomi yang berperan paling penting."
Gulma itik minimal sudah memenuhi dua prasyarat: mengandung banyak protein seperti kedelai, dan bisa tumbuh baik di produk sisa dari instalasi biogas. Pertanian gulma itik pertama Belanda juga menggunakan mineral tersisa hasil reproduksi kotoran sapi.
Salah satu peneliti, Jan Prinssen sedang berada di tenda plastik transparan, yang berisi bak air yang sudah dilapisi rumput itik yang tebal.
"Ini adalah jenis gulma itik yang banyak ditemukan di selokan-selokan di Belanda. Kami memiliki instalasi biogas, yang dipakai untuk mengolah kotoran sapi. Kotoran itu kami jadikan biogas, yang merupakan energi berkesinambungan. Dan bahan yang tersisa dari proses pembuatan biogas, adalah mineral. Dan mineral yang dilarutkan dalam air bisa menjadi pupuk yang bagus untuk gulma itik!"
Lingkaran Sempurna
Jadi rantainya menjadi sempurna; gulma itik dimakan sapi, sapinya memproduksi kotoran, kotoran berubah menjadi pupuk dan mineral, dan mineralnya kembali menjadi rumput bebek. Tapi apakah para peneliti yakin bahwa sapi doyan makan gulma itik?
Jos Westerhof ForFarmers punya jawabannya,"Orang-orang sudah mencicipinya, dan mereka mengatakan rasanya persis seperti rumput. Di musim semi ini kita semua bisa menyaksikan, bagaimana senangnya sapi-sapi itu merumput. Sapi sangat gemar rumput. Jadi hasilnya pasti akan memuaskan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR