Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air untuk padi sawah sebanyak 0,74 – 1,2 l/det/ha, atau 6,39 – 10,37 mm/hari/ha. Kebutuhan air terbanyak pada saat penyiapan lahan sampai tanam dan memasuki fase bunting sampai pengisian bulir padi.
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah sampai siap tanam (30 hari) mengkonsumsi air 20% dari total kebutuhan air untuk padi sawah dan fase bunting sampai pengisian bulir (15 hari) mengonsumsi air sebanyak 35 %. Berdasar data tersebut sebetulnya sejak tanam sampai memasuki fase bunting tidak membutuhkan air banyak, demikian pula setelah pengisian bulir. Oleh karenanya 15 hari sebelum panen, padi tidak roboh dan ditinjau dari aspek pemberian air memang tidak perlu lagi.
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah sampai siap tanam (30 hari) mengkonsumsi air 20% dari total kebutuhan air untuk padi sawah dan fase bunting sampai pengisian bulir (15 hari) mengonsumsi air sebanyak 35 %. Berdasar data tersebut sebetulnya sejak tanam sampai memasuki fase bunting tidak membutuhkan air banyak, demikian pula setelah pengisian bulir. Oleh karenanya 15 hari sebelum panen, padi tidak roboh dan ditinjau dari aspek pemberian air memang tidak perlu lagi.
Pengefisienan penggunaan air di petakan dapat dilakukan dengan mengairi sawah dalam keadaan macak-macak. Setelah tanaman padi berumur 14 hari sampai periode bunting tidak memerlukan air yang banyak. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya sampai 5 cm bahkan lebih karena petani tidak membayar air yang digunakan tersebut, sehingga cenderung bermewah-mewah dengan air. Berdasar hasil penelitian menggunakan air pada padi sawah menunjukkan bahwa sawah yang digenangi setinggi 5 cm sejak tanam sampai bunting tidak memberikan perbedaan hasil gabah dengan sawah yang diairi macak-macak.
Hanya biasanya sawah yang diairi macak-macak populasi gulma lebih banyak terutama rumput-rumput berdaun sempit. Dengan irigasi macak-macak sampai periode bunting, maka air dapat dihemat penggunaannya, Tabel 1.
Keterangan
Nilai hasil gabah dan konsumsi air merupakan rata-rata dari varietas IR 36, IR 52, IR 54 dan Bogowonto. Angka dalam kurung menunjukkan hasil setelah Berdasarkan tabel diatas, irigasi macak-macak mampu menghemat air sebanyak 41% dan 49% masing-masing pada musim kemarau dan penghujan. Di samping itu pematang sering-sering ditambal dengan lumpur agar air tidak hilang melalui retakan-retakan pematang. Yuyu merupakan binatang yang banyak menyebabkan kehilangan air melalui pematang, sehingga perlu dicegah keberadaannya. Dengan demikian bila pematang selalu dalam keadaan rapat, maka kehilangan air dapat dicegah. Dengan petakan irigasi sebelah menyebelah juga salah satu cara mengurangi kehilangan air. Pengairan padi sawah dengan sistem bergilir dapat dilakukan, terutama pada musim kemarau. Hal inimengingat suplai air dari sungai-sungai semakin menipis, hujan pun semakin sedikit padahal luas tanaman padi gadu tetap sama dengan luas tanaman padi rendeng. Akibatnya ketersediaan air ataupun bendung tidak mencukupi untuk mengairi padi seperti halnya musim penghujan. Bila debit air yang keluar dari bendung atau waduk < 40% dari debit normal, maka dapat dilakukan irigasi gilir giring. Sedangkan bila debit air >60% dari debit normal, maka gilir glontor dapat disarankan untuk sistem pengairannya. Irigasi gilir giring ataupun gilir glontor pada prinsipnya sama, yaitu bergilir dengan interval waktu tertentu dalam suatu blok sawah, hanya yang membedakan adalah volume air yang disalurkan ke blok tersebut. Untuk padi sawah, irigasi dengan interval waktu 7 – 10 hari tidak menunjukkan perbedaan hasil padi dibanding tanpa digilir. Efisiensi penggunaan air tidak hanya untuk tanaman padi, namun juga untuk tanaman palawija. Pada daerah tadah hujan, pengefisienan penggunaan air penting sekali, mengingat daerah tersebut tidak mempunyai air irigasi. Pada daerah ini penanaman padi dua kali membawa resiko yang besar, terutama kekurangan air pada saat tanaman membutuhkan air banyak (periode bunting samapai pengisian bulir), yang dapat berakibat terjadinya perununan hasil padi secara dastis. Untuk itu biasanya petani menanam palawija yang tidak membutuhkan air banyak. Kebanyakan palawija baik itu kacang tanah, kedelai, kacang hijau ataupun jagung hanya mengkonsumsi air sebanyak 0,25 – 0,30 dari padi sawah, tergantung umur tanamannya.
Nilai hasil gabah dan konsumsi air merupakan rata-rata dari varietas IR 36, IR 52, IR 54 dan Bogowonto. Angka dalam kurung menunjukkan hasil setelah Berdasarkan tabel diatas, irigasi macak-macak mampu menghemat air sebanyak 41% dan 49% masing-masing pada musim kemarau dan penghujan. Di samping itu pematang sering-sering ditambal dengan lumpur agar air tidak hilang melalui retakan-retakan pematang. Yuyu merupakan binatang yang banyak menyebabkan kehilangan air melalui pematang, sehingga perlu dicegah keberadaannya. Dengan demikian bila pematang selalu dalam keadaan rapat, maka kehilangan air dapat dicegah. Dengan petakan irigasi sebelah menyebelah juga salah satu cara mengurangi kehilangan air. Pengairan padi sawah dengan sistem bergilir dapat dilakukan, terutama pada musim kemarau. Hal inimengingat suplai air dari sungai-sungai semakin menipis, hujan pun semakin sedikit padahal luas tanaman padi gadu tetap sama dengan luas tanaman padi rendeng. Akibatnya ketersediaan air ataupun bendung tidak mencukupi untuk mengairi padi seperti halnya musim penghujan. Bila debit air yang keluar dari bendung atau waduk < 40% dari debit normal, maka dapat dilakukan irigasi gilir giring. Sedangkan bila debit air >60% dari debit normal, maka gilir glontor dapat disarankan untuk sistem pengairannya. Irigasi gilir giring ataupun gilir glontor pada prinsipnya sama, yaitu bergilir dengan interval waktu tertentu dalam suatu blok sawah, hanya yang membedakan adalah volume air yang disalurkan ke blok tersebut. Untuk padi sawah, irigasi dengan interval waktu 7 – 10 hari tidak menunjukkan perbedaan hasil padi dibanding tanpa digilir. Efisiensi penggunaan air tidak hanya untuk tanaman padi, namun juga untuk tanaman palawija. Pada daerah tadah hujan, pengefisienan penggunaan air penting sekali, mengingat daerah tersebut tidak mempunyai air irigasi. Pada daerah ini penanaman padi dua kali membawa resiko yang besar, terutama kekurangan air pada saat tanaman membutuhkan air banyak (periode bunting samapai pengisian bulir), yang dapat berakibat terjadinya perununan hasil padi secara dastis. Untuk itu biasanya petani menanam palawija yang tidak membutuhkan air banyak. Kebanyakan palawija baik itu kacang tanah, kedelai, kacang hijau ataupun jagung hanya mengkonsumsi air sebanyak 0,25 – 0,30 dari padi sawah, tergantung umur tanamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR