Minggu, 07 November 2010

Amoniasi Jerami untuk Pakan Ternak

SETIAP musim kemarau tiba, kekurangan kebutuhan hijauan makanan ternak (pakan) sungguh dirasakan oleh para penernak. Pasalnya, produksi hijauan pakan mengalami penurunan tajam atau hanya sekitar 50% dari produksi rata-rata per bulan.  

Data menunjukkan, jerami padi di negeri kita sebagian besar (36-62%) dibakar petani atau dikembalikan ke tanah sebagai kompos. Untuk pakan berkisar antara 31-39%, sedangkan sisanya antara 7-16% digunakan untuk keperluan industri.  Tiap hektare areal tanaman padi dapat menghasilkan rata-rata 3,86 ton/ tahun bahan kering jerami padi. 

Dengan kata lain, sebagian besar produksi jerami tadi segera habis dibakar menjadi abu agar tanah dapat segera digarap untuk musim tanam berikutnya. Disadari atau tidak, pembakaran jerami ini membawa dampak negatif yang cukup luas.

Pertama, kita telah kehilangan bahan organik yang sengaja dibakar. Kedua, pembakaran terhadap ekologi tanah itu sendiri. Yang ketiga adalah efek terhadap polusi lingkungan bisa mengganggu kesehatan, terutama bila dekat dengan daerah pemukiman. Juga gangguan lalu lintas akibat asap, baik lalu lintas darat maupun udara.

Kerugian ekonomi akibat pembakaran tersebut ialah bahan organik yang sangat berguna habis terbakar. Lalu mikroorganisme tanah baik flora maupun fauna juga turut musnah hingga kesuburan tanah kian merosot. Dengan sendirinya ini diperlukan pemupukan yang lebih tinggi agar tanah tersebut tetap produktif.  Akibatnya, biaya produksi menjadi tinggi dan makin tidak efisien.

Amoniasi

Sejumlah upaya teknologis ditempuh agar jerami padi bisa didayagunakan secara optimal.  Langkah tersebut tak terbatas pada pengawetan saja, tapi juga peningkatan kualitasnya melalui teknologi amoniasi.

Untuk mengolah jerami padi dengan amoniak, ada tiga sumber yang bisa digunakan, yaitu NH3 dalam bentuk cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat.  Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan tersedia di mana-mana (di segala pelosok pedesaan) adalah urea.

Karakteristik jerami ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen, kalsium, dan fosfor, sedangkan kandungan serat kasarnya termasuk tinggi. Hal ini mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas.

 Kandungan zat gizi jerami padi yaitu protein kasar 4,5%, serat kasar 35%, lemak kasar 1,55%, abu 16,5%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1%, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43%, energi DE (Digestible energy) 1,9 kkal/kg (Siregar, 1995).

Daya cerna jerami padi yang rendah disebabkan proses liginifikasi, lignoselulosa, dan lignohemiselulosa yang sulit dicerna. Itu karena tingginya kandungan silikat.

Ingat, jerami padi mengandung nitrogen dan karbohidrat yang rendah. Dalam pembuatan pakan amoniasi jerami padi perlu ditambahkan urea dan tetes (molasses). Urea dapat digunakan untuk memerbaiki kandungan nitrogen jerami padi yang sekaligus pula mampu meningkatkan konsumsi dan daya cernanya. 

Kemampuan ternak ruminansia (seperti: sapi, kerbau) dalam memanfaatkan urea dalam pakan perlu diimbangi dengan pemberian bahan yang kaya karbohidrat, seperti tetes. Tetes merupakan bahan yang terbaik sebagai sumber energi di samping berperan membantu fiksasi nitrogen urea dalam rumen.  Juga, fermentasinya menghasilkan asam lemak atsiri yang merupakan sumber energi yang penting untuk biosintesis dalam rumen ternak ruminansia.
Cukup Praktis

Teknik pembuatan amoniasi jerami padi cukup praktis.  Pertama, jerami padi dipotong-potong dalam ukuran sebesar 5 cm dan sebarkan di atas hamparan plastik yang telah disiapkan.  Air dan urea sebanyak 4% dari jerami padi yang akan diamoniasi diaduk di dalam ember.  Kalau jerami yang akan diamoniasi itu dalam keadaan kering maka perbandingan antara urea dengan air adalah 1:25. 

Kedua, siramkan adukan tadi ke hamparan jerami padi di atas plastik. Penyiraman harus merata dan homogen.  Lantas, masukkan campuran tadi ke dalam kantung-kantung plastik yang telah disiapkan dan ikat erat ujungnya. 

Ketiga, simpan kantung-kantung plastik yang telah berisi jerami padi di tempat khusus. Tempat penyimpanan harus bersih, tidak lembab, tidak kena sinar matahari langsung, dan tak terkena air hujan ataupun rembesan air.  Keempat, setelah empat minggu, silase jerami padi sudah dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia.

Ketika akan diberikan kepada ternak, jerami padi hasil amoniasi itu dicampur dengan tetes dan mineral. Jumlah tetes yang dipergunakan sekitar 1,6 kg/ ekor/ hari. Sebelum dicampur dengan mineral, tetes diencerkan menggunakan air dengan perbandingan 1:2.  Lalu campur mineral sebanyak 3-5% dari berat jerami amoniasi yang akan diberikan ke setiap ternak. Campuran tetes dengan mineral tadi dimasukkan ke dalam alat penyemprot dan disiramkan ke jerami amoniasi.

Dalam penggunaannya, silase jerami padi yang diamoniasi jangan langsung diberikan pada ternak. Tapi, bukalah kantung plastik yang berisi silase jerami padi itu dan biarkan beberapa jam sebelum diberikan kepada ternak.

Tujuannya, menghilangkan bau menyengat dari urea yang telah mengalami amoniasi dalam jerami padi tersebut. Bau yang menyengat itu akan mengurangi daya konsumsi ternak.

 Seyogyanya, hijauan yang telah mengalami proses amoniasi diberikan frekuensi 6-8 kali sehari semalam. Hindari pemberian hijauan yang sekaligus dalam jumlah ba-nyak, sebab berakibat menurunkan konsumsi sehingga akan banyak hijauan yang terbuang.  Peningkatan frekuensi pemberian pakan, termasuk hijauan, dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan bahan kering pakan.

Dengan demikian, masih ada harapan bahwa melalui teknologi amoniasi pada jerami padi dapat sebagai solusi untuk mendongkrak mutu jerami sebagai pakan ternak. 

Pada gilirannya, diharapkan mampu mendongkrak produktivitas ternak dan mengangkat pendapatan penernak di musim kemarau.  (Ir Agus Wariyanto, SIP, MM, Ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Cabang Jawa Tengah I -80)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR

Arsip Blog

Entri Populer

VIDEO