YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tim peneliti Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta berhasil mengembangkan "burger" pakan sapi milik warga korban erupsi Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
"Burger pakan sapi untuk mengatasi ancaman kekurangan pakan ternak. Puluhan ribu sapi di DIY dan Jateng yang diungsikan akibat bencana erupsi Merapi saat ini terancam kekurangan pakan," kata koordinator tim peneliti, Ali Agus, di Yogyakarta, Kamis (11/11/2010).
Menurut dia, burger pakan sapi itu merupakan campuran dari berbagai bahan yang diramu sehingga kandungan nutrisinya mencukupi kebutuhan ternak dan tidak perlu tambahan bahan pakan lain termasuk hijauan kecuali air minum.
"Burger pakan sapi dibuat dengan bahan baku utama jerami padi sebanyak 70 persen, dedak gandum atau polard (20 persen), molase dan larutan mikrobia (10 persen) untuk membantu proses fermentasi," katanya.
Ia mengatakan, pemilihan bahan pakan utama berasal dari jerami itu karena harganya relatif murah dan masih mudah didapat untuk ternak sapi korban Merapi.
Bahkan, untuk proses fermentasinya hanya berlangsung 24 jam sehingga relatif cepat jika dibandingkan dengan teknologi pembuatan pakan silase hijauan yang memerlukan waktu tiga pekan.
Menurut dia, proses fermentasi "burger" atau "complete feed" pakan sapi akan berhasil ditandai dengan aroma yang harum dan tekstur tidak berubah atau masih seperti semula dan tidak timbul jamur.
Teknik pembuatannya juga cukup mudah. Setelah bahan jerami padi dan polard dicampur secara merata kemudian molase (tetes gula tebu) yang telah dicampur dengan larutan mikroba disiramkan di atasnya secara merata.
"Selanjutnya, bahan campuran tersebut dimasukkan plastik ukuran 25-30 kilogram dan diikat rapat. Pakan itu dapat disimpan hingga enam bulan," katanya.
Ia mengatakan, "burger" itu merupakan sebuah solusi untuk mengatasi ancaman kekurangan pakan ternak korban bencana Merapi. Apalagi, untuk memenuhi kebutuhan pakan memang tidak mudah.
Untuk memenuhi kebutuhan 65.000 sapi minimal diperlukan hijauan 1.300 ton per hari jika setiap ekor membutuhkan rata-rata 20 kilogram per ekor per hari.
"Begitu pula untuk kebutuhan pakan konsentrat, jika setiap sapi rata-rata lima kilogram per ekor per hari, maka diperlukan pakan konsentrat sebanyak 325 ton per hari," katanya.
Menurut dia, "burger" pakan sapi itu sudah didistribusikan sekitar dua ton ke lokasi penampungan sapi perah di lapangan Tlogoadi, Mlati, Sleman. Berdasarkan pengamatan, sapi menyukai pakan ternak tersebut.
"Kami optimistis jika teknologi itu diadopsi akan dapat mengurangi masalah kerawanan pakan selama masa krisis Merapi. Setiap hari kini diproduksi sekitar dua ton burger," katanya.
Ia mengatakan, produksi pakan siap saji itu bisa ditingkatkan secara signifikan. Langkah yang perlu dilakukan adalah melakukan alih teknologi itu kepada peternak dan proses pembuatannya pun bisa dilakukan di lokasi dekat penampungan ternak.
"Hal itu bisa memberikan aktivitas peternak yang juga pengungsi agar tidak jenuh di pengungsian," katanya.
Kami optimistis jika teknologi itu diadopsi akan dapat mengurangi masalah kerawanan pakan selama masa krisis Merapi. Setiap hari kini diproduksi sekitar dua ton burger.
-- Ali Agus, koordinator tim peneliti Fakultas Peternakan UGM
Menurut dia, burger pakan sapi itu merupakan campuran dari berbagai bahan yang diramu sehingga kandungan nutrisinya mencukupi kebutuhan ternak dan tidak perlu tambahan bahan pakan lain termasuk hijauan kecuali air minum.
"Burger pakan sapi dibuat dengan bahan baku utama jerami padi sebanyak 70 persen, dedak gandum atau polard (20 persen), molase dan larutan mikrobia (10 persen) untuk membantu proses fermentasi," katanya.
Ia mengatakan, pemilihan bahan pakan utama berasal dari jerami itu karena harganya relatif murah dan masih mudah didapat untuk ternak sapi korban Merapi.
Bahkan, untuk proses fermentasinya hanya berlangsung 24 jam sehingga relatif cepat jika dibandingkan dengan teknologi pembuatan pakan silase hijauan yang memerlukan waktu tiga pekan.
Menurut dia, proses fermentasi "burger" atau "complete feed" pakan sapi akan berhasil ditandai dengan aroma yang harum dan tekstur tidak berubah atau masih seperti semula dan tidak timbul jamur.
Teknik pembuatannya juga cukup mudah. Setelah bahan jerami padi dan polard dicampur secara merata kemudian molase (tetes gula tebu) yang telah dicampur dengan larutan mikroba disiramkan di atasnya secara merata.
"Selanjutnya, bahan campuran tersebut dimasukkan plastik ukuran 25-30 kilogram dan diikat rapat. Pakan itu dapat disimpan hingga enam bulan," katanya.
Ia mengatakan, "burger" itu merupakan sebuah solusi untuk mengatasi ancaman kekurangan pakan ternak korban bencana Merapi. Apalagi, untuk memenuhi kebutuhan pakan memang tidak mudah.
Untuk memenuhi kebutuhan 65.000 sapi minimal diperlukan hijauan 1.300 ton per hari jika setiap ekor membutuhkan rata-rata 20 kilogram per ekor per hari.
"Begitu pula untuk kebutuhan pakan konsentrat, jika setiap sapi rata-rata lima kilogram per ekor per hari, maka diperlukan pakan konsentrat sebanyak 325 ton per hari," katanya.
Menurut dia, "burger" pakan sapi itu sudah didistribusikan sekitar dua ton ke lokasi penampungan sapi perah di lapangan Tlogoadi, Mlati, Sleman. Berdasarkan pengamatan, sapi menyukai pakan ternak tersebut.
"Kami optimistis jika teknologi itu diadopsi akan dapat mengurangi masalah kerawanan pakan selama masa krisis Merapi. Setiap hari kini diproduksi sekitar dua ton burger," katanya.
Ia mengatakan, produksi pakan siap saji itu bisa ditingkatkan secara signifikan. Langkah yang perlu dilakukan adalah melakukan alih teknologi itu kepada peternak dan proses pembuatannya pun bisa dilakukan di lokasi dekat penampungan ternak.
"Hal itu bisa memberikan aktivitas peternak yang juga pengungsi agar tidak jenuh di pengungsian," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR