Jumat, 14 Januari 2011

Penggerek Batang Padi


I.                    PENDAHULUAN

Salah satu kendala yang hampir selalu dijumpai dalam budidaya tanaman padi adalah adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh OPT tersebut secara nasional persentasenya cukup tinggi, dan kerugian tersebut tidak hanya terjadi dipertanaman melainkan juga dapat terjadi ditempat penyimpanan dan termasuk diperjalanan (selama transportasi).


Penggerek batang padi (PBP) adalah merupakan salah satu OPT utama pada pertanaman padi yang selama bertahun tahun selalu menyebabkan kerugian yang besar kepada petani di hampir seluruh wilayah di Indonesia. OPT utama lainnya adalah hama tikus, wereng batang coklat, penyakit tungro dan penyakit blas.


Terdapat 4 (empat) jenis penggerek batang padi yang sering menyerang tanaman padi yaitu : penggerek batang padi kuning (PBPK/ Scirpophaga insertulans), penggerek batang padi putih (PBPP/ S. innotata), penggerek batang padi bergaris (PBPB/ Chillo suppressalis ) dan penggerek batang padi merah jambu (PBPM / Sesamia inferens).
Serangan PBP pada umumnya terjadi pada musim kemarau dan pada musim penghujan juga dapat terjadi dengan tingkat kerusakan yang lebih ringan. Serangan PBP pada umumnya diawali dengan terjadinya serangan sejak stadia pesemaian kemudian berlanjut pada pertanaman stadia vegetatif dan generatif. Gejala serangan/kerusakan penggerek pada stadia tanaman vegetatif disebut “sundep” sedangkan gejala kerusakan pada stadia generatif disebut “beluk”.

II. BIOEKOLOGI PENGGEREK BATANG PADI
  1. Siklus hidup PBP selama hidupnya menjalani 4 stadia, yaitu stadia ngengat, telur, larva dan pupa.
  2. Satu siklus hidup menghabiskan waktu antara 31 – 49 hari.
·         Ngengat : Merupakan stadia dewasa dari PBP, yang aktif terbang pada malam hari dan bersifat foto positif, yaitu tertarik cahaya lampu. Ngengat hidupnya pendek yaitu 4 – 7 hari , ngengat betina berwarna putih susu (creamy yellow) panjang 17 mm, pada sayapnya terdapat titik hitam Bentuk jantan lebih kecil dan panjangnya 14 mm, sex ratio antara betina dan jantan 2 : 1. Penyebarannya dapat dibantu dengan angin sampai 4,5 – 15 km dari infestasi awal. Waktu kopulasi terjadi pada malam pertama setelah ngengat keluar, telur pertama diletakan pada malam kedua dan telur terakhir rata-rata diletakan pada hari ke lima. Aktifitas bertelur tejadi pada malam hari. Kemampuan maksimal telur yang diletakan oleh seekor betina 200 - 300 butir (Van der Goot, 1925).
·          Telur : Telur berkelompok, warnanya putih kekuningan, terletak agak tumpang tindih seperti susunan genting yang dibungkus oleh selaput berwarna coklat muda dan diselubungi oleh bulu yang dikeluarkan oleh ngengat betina ketika mengeluarkan telur, bentuknya oval dan merata. Panjang telur 0.65 mm dan lebar 0.55 mm. Jumlah telur bervariasi antara 50 – 150 butir per kelompok telur, lama periode inkubasi telur 4 – 8 hari dengan rata-rata 6 hari, telur menetas paling banyak pagi hari (85 %) dan dari telur menetas sebelum pukul satu siang (Hendarsih, 1993).
·         Ulat (larva) : Stadia ulat mengalami 5 instar, ukuran larva paling besar yaitu 25 mm dengan rata-rata perkembangan 24 hari.
·          Pupa : Pupa yang akan menjadi serangga betina biasanya berwarna putih kekuningan dengan ukuran panjang 17 mm dan lebar 3 mm, pupa yang akan menjadi serangga jantan ukurannya lebih kecil (panjang 12 mm, lebar 2 mm) dengan ujung abdomen meruncing, proses menjadi pupa terjadi pada pangkal batang/ruas dengan lama periode 8 – 12 hari. 2.
Dinamika Populasi PBPP Setiap OPT dalam perkembangannya di lapangan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik biotik maupun abiotik, sehingga dinamika perkembangannya dapat berbeda sesuai dengan tempat dan waktunya (musim). Demikian pula untuk PBPP, dimana serangan (luas dan intensitas) yang merupakan akibat dari tinggi rendahnya populasi, berbeda antara musim penghujan dengan musim kemarau. Ini merupakan salah satu bukti bahwa perkembangan PBPP pada musim penghujan berbeda dengan pada musim kemarau.
Diketahui bahwa pada umumnya satu musim tanam PBPP mengalami perkembangan sebanyak 3 (tiga) generasi. Generasi 0 (G-0) merupakan populasi yang berasal dari populasi larva yang berdiapause pada tunggul padi musim kemarau. Keturunan dari G-0 ini disebut G-1 yang biasanya muncul pada pertanaman stadia vegetatif awal, sedangkan G-2 merupakan keturunan dari G-1 yang biasanya berfungsi sebagai generasi penyebab beluk, karena muncul pada saat tanaman stadia vegetatif akhir dan pembungaan. Sedangkan G-3 yang merupakan keturunan dari G- 2, muncul pada menjelang atau setelah panen dan siap menginfeksi pesemaian pada musim kemarau. Untuk mengetahui bagaimana laju pertumbuhan populasi PBPP antara generasi, telah dicoba melalui pendekatan dengan memanfaatkan data lampu perangkap yang dilaporkan oleh PHP. Dari data ini dengan menghubungkannya dengan data luas pesemaian atau pertanaman diharapkan secara kualitatif bisa memperkirakan kemungkinan munculnya serangan PBPP didaerah yang bersangkutan.
  1. Sifat-sifat khusus PBPP
Beberapa sifat khusus PBPP antara lain adalah; Rerata kemampuan terbang dari ngengat PBPP setiap generasi hanya sekitar 4,5 km. Ini berarti bahwa hama ini kurang memiliki kemampuan untuk menyebar ke daerah lain yang letaknya jauh dari tempat populasi PBPP berada. Berdasarkan pada hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa serangan PBPP yang terjadi pada suatu daerah (lokasi) adalah disebabkan oleh populasi yang berasal dari daerah (lokasi) itu sendiri. Kenyataan ini dapat dimanfaatkan oleh kita untuk melakukan monitoring awal guna memperkirakan daerah-daerah mana saja yang memiliki potensi untuk serangan PBPP
Sebagai mana telah dikemukakan di atas, bahwa salah satu faktor yang menarik untuk ditelaah adalah hubungan antara varietas padi yang ditanam. Seperti IR-64, Sidomuncul dan lain-lain. Hasil pemantauan sementara di lapangan menunjukkan hal-hal sebagai berikut : varietas yang menunjukkan gejala puso sebagian besar dari jenis IR-64 dan sebagian kecil terjadi pada varietas lainnya. Hal ini dapat terjadi karena IR 64 adalah merupakan varitas yang dominant dan paling banyak ditanam di Pantura, jadi nampak seakan akan IR 64 adalah merupakan varitas yang paling peka dilapangan. Hasil studi ekosistem (di Jatisari), dimana dalam satu hamparan yang sama ditanam 2 (dua) varietas yang berbeda, yaitu IR-64 dan Cisadane dengan waktu tanam yang berbeda, menunjukkan bahwa secara umum intensitas serangan akhir (beluk) pada IR-64 cenderung selalu lebih besar dibandingkan dengan Cisadane.
Hal yang cukup menarik , adalah dimana IR-64 yang telah diketahui menunjukkan reaksi paling peka terhadap PBPP ternyata intensitas serangannya tidak selalu tinggi pada setiap golongan air. Kerusakan (intensitas serangan) yang tinggi hanya terjadi pada golongan air III, IV dan V. Ini berarti ada satu faktor lain yang harus diperhitungkan kaitannya dengan peramalan PBPP, yaitu ketepatan penerbangan ngengat yang tinggi dengan masa kritis tanaman. Dengan tanpa mempertimbangkan faktor lain dapat dikatakan bahwa, semakin tepat masa kritis tanaman dengan penerbangan tertinggi, akan semakin tinggi pula intensitas kerusakan yang muncul.
Hubungan antara penerbangan PBPP dan intensitas serangan pada varitas IR 64 dan Cisadane

III. PENGEMBANGAN PERAMALAN PENGGEREK BATANG PADI PUTIH
1. Peramalan Secara Kualitatif Peramalan kualitatif adalah jenis peramalan yang tidak menuntut data seperti yang diperlukan pada peramalan kuantitatif. Peramalan ini dilakukan apabila informasi kuantitatif sangat sedikit atau tidak tersedia, tetapi ada pengetahuan kualitatif yang cukup. Kaitannya dengan peramalan hama PBPP, peramalan kualitatif ini sering digunakan baik terhadap hasil surveillance maupun terhadap data laporan PHP. Hasil peramalan kualitatif dimaksud umumnya dinyatakan dalam bentuk kecenderungan. Sebagai contoh dari hasil surveillance telah ditemukan serangan PBPP dengan intensitas yang bervariasi pada berbagi varietas padi yang berbeda. Untuk meramalkan kemungkinan perkembangan serangan tersebut, langkah pertama tentunya kita lihat intensitas serangan PBPP yang muncul pada tiap lokasi surveillance. Kemudian kita perhatikan serangan tersebut terjadi pada varietas apa ?. stadia tanaman yang terserang apakah dalam stadia kritis ?. setelah kita memperhatikan beberapa keadaan tersebut, secara kualitatif kita dapat mengatakan bahwa daerah dengan intensitas serangan tertinggi, dengan varietas yang peka serta stadia tanamannya kritis memiliki kemungkinan tersebar untuk mengalami peningkatan serangan baik luas maupun intensitasnya. Metode peramalan kualitatif, juga pernah digunakan untuk meramalkan, kemungkinan munculnya serangan PBPP pada berbagai golongan air. Data yang dibutuhkan adalah : data penerbangan ngengat, data curah hujan dan waktu semai untuk tiap golongan air. 
2. Peramalan PBPP Secara Kuantitatif
Pola pikir Model peramalan PBPP secara kuantitatif disusun dengan menggunakan pendekatan analisis ini pada prinsipnya kita meramalkan populasi/serangan pada waktu tertentu dianggap membahayakan (mengakibatkan kerugian ekonomi) dengan menggunakan faktor-faktor kunci yang mempengaruhi perkembangan populasi/serangan tersebut. Untuk daerah Jalur Pantura serangan PBPP pada bulan Pebruari merupakan puncak serangan PBPP musim tanam penghujan dan serangan pada saat itu merupakan serangan yang mengakibatkan gejala beluk yang secara langsung berakibat fatal terhadap produksi. Dengan dasar tersebut, untuk model rintisan ini ditetapkan bahwa serangan bulan Pebruari merupakan hal yang perlu diramalkan atau diperhatikan. Untuk meramalkan kejadian bulan Pebruari tersebut perlu dicari sebab-sebab faktor-faktor yang mempengaruhinya dan yang dapat terukur dan dapat diamati oleh petugas dengan memperhatikan karakteristik OPT yang bersangkutan. Penentuan Faktor Kunci Langkah-langkah penentuan faktor kunci peramalan serangan PBPP pada musim penghujan adalah sebagai berikut  - Menginventarisasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan serangga PBPP, yang terukur dan dapat diamati oleh petugas dalam ruang dan waktu tertentu.
a. Puncak serangan PBPP pada musim kemarau karena populasi larva PBPP memiliki kemampuan berdiapause, maka puncak serangan (beluk) pada musim kemarau diduga sangat erat kaitannya dengan populasi larva yang berdiapause tersebut.
b. Populasi larva pada tunggul padi Populasi larva pada tunggul sisa pertanaman musim kemarau merupakan populasi awal bagi perkembangan populasi/serangan PBPP pada musim penghujan berikutnya.
c. Penerbangan ngengat G-0 Penerbangan ngengat G-0 perlu diketahui apakah larva yang berdiapause tadi benar-benar melangsungkan siklus hidupnya menjadi ngengat atau tidak.
d. Komposisi varietas yang ditanam Telah diketahui bahwa IR-64 merupakan varietas yang paling peka terhadap PBPP dibandingkan dengan varietas lainnya, untuk itu komposisi varietas ini perlu diperhitungkan sebagai faktor penentu perkembangan serangan.
e. Perkembangan ngengat G-2 Penerbangan ngengat G-2, sekitar satu bulan sebelum puncak serangan perlu diketahui karena populasinya bertindak sebagai penyebab beluk dan apabila populasinya cukup tinggi maka kemungkinan untuk melakukan tindakan koreksi masih bisa dilakukan walaupun sudah agak terlambat.
- Setelah didapatkan beberapa faktor yang diduga merupakan faktor kunci bagi perkembangan populasi/serangan PBPP, kemudian faktor-faktor tersebut dilihat hubungan pola embutannya dengan faktor yang akan diramalkan  Apabila faktor-faktor tersebut menunjukkan pola embutan yang sama dengan faktor yang akan diramalkan, maka faktor-faktor tersebut dianggap sebagai faktor penentu (faktor kunci) untuk menentukan faktor yang akan diramalkan. Langkah berikutnya adalah analisa data yang dilakukan secara statistic dengan metoda tertentu yang tidak kami sampaikan dalam kesempatan sekarang ini.

IV. STRATEGI PENGENDALIAN
Beberapa cara pengendalian PBPP telah dilaksanakan di tingkat petani, diantaranya mulai dari pengolahan tanah, penangkapan ngengat, pengumpulan kelompok telur, konservasi dan pemanfaatan musuh alami, pembakaran jerami, serempak tanam, penggunaan insektisida dan lain-lain. Namun demikian dibeberapa lokasi masih saja ditemukan ledakan serangan yang cukup luas dan parah, hal ini dapat terjadi selain karena adanya kendala dan hambatan juga kurang padunya penerapan cara-cara pengendalian yang seharusnya diterapkan dilokasi tersebut. Suatu ekosistem pertanian yang spesifik di mana awal waktu tanam untuk musim penghujan sangat jelas dan relatif serempak. Sedangkan untuk musim kemarau awal musim tanamnya kurang jelas karena sangat tergantung dari varietas yang ditanam pada musim hujan dan penggantian dari musim hujan ke musim kemarau tidak dikenal masa bera. Demikian juga halnya dengan perkembangan PBPP di mana awal perkembangan populasinya dimulai dari awal musim penghujan yang sebenarnya merupakan sisa populasi (yang berdiapause ?) dari musim kemarau sebelumnya. Dari uraian singkat tersebut di atas maka strategi pengendalian PBPP sebaiknya dimulai dari awal musim penghujan, dengan berdasarkan kepada patokan ini maka langkahlangkah untuk menyusun strategi pengendalian dapat dibuat sebagai berikut :
1. Masa bera Bila kondisi dan situasi memungkinkan maka penanaman palawija/hortikultura sangat dianjurkan apabila tidak memungkinkan survey populasi larva pada tunggul padi perlu dilakukan. Dari survey tersebut akan diketahui daerah-daerah yang disebut kantung larva.

2. Pengolahan Tanah dan Pesemaian
a. Pengolahan tanah lahan dan pembuatan pesemaian sebaiknya dilakukan dengan maksud mematikan larva pada tunggul yang terdapat di luar lahan pesemaian.
b. Untuk daerah kantung larva, penagkapan ngengat melalui lampu perangkap yang dipasang di antara petak-petak pesemaian.
c. Pengumpulan kelompok telur PBPP di pesemaian. Telur yang terkumpul dipelihara dalam kantong plastik dan disimpan sampai menetas. Hasil penetasan dari telur tersebut ada tiga kemungkinan yaitu; menetas menjadi larva penggerek, parasit tau larva dan parasit (parasit menetas belakangan ± 3-5 hari setelah muncul). Larva yang baru muncul segera dimatikan sedangkan parasitnya dilepaskan lagi di sawah.
d. Bila di pesemaian terlihat gejala sundep (biasanya gejala berupa spot pada tiap larikan pesemaian), aplikasi insektisida butiran (karbofuran) atau cair (Dimehipo) perlu segera dilakukan paling lambat 3-4 hari sebelum bibit dipindah tanamkan. Atau dilakukan pencelupan bibit (dipping) dilakukan segera setelah bibit dicabut (1 hari sebelum tanam) dan cara ini digunakan apabila aplikasi karbofuran tidak sempat dilaksanakan sementara waktu pemindahan bibit (penanaman) sudah tiba.
3. Di Pertanaman
a. Penangkapan ngengat dengan lampu perangkap di lahan petani.
b. Pengambilan kelompok telur dan melepaskan kembali parasitnya.
c. Aplikasi insektisida karbofuran bila ditemukan intensitas serangan >10 % (hasil dari pengamatan visual dan pembelahan batang). Penggunaan insektisida cairan pada awal musim kemarau sedapat mungkin dihindari untuk mengamankan parasit telur yang terdapat di lapangan.
1. Waktu Panen dan Pasca Panen
a. Waktu panen pemotongan jerami diusahakan serata munkin dengan permuakaan tanah dan kalau mungkin diikuti dengan perendaman atau pembakaran jerami.
b. Pengolahan tanah untuk pesemaian dilakukan bersamaan dengan pembalikan tanah untuk lahan pertanaman. Point a dan b sangat tepat untuk panen musim hujan atau awal musim kemarau. Hal khusus yang perlu diperhatikan adalah perlu adanya peningkatan pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan pestisida karena berdasarkan pemantauan di lapangan masih banyak terdapat pestisida yang tidak diperbolehkan untuk tanaman padi masih banyak tersedia di kios pengecer dan digunakan oleh petani untuk padi. Untuk daerah banjir yang biasanya pengadaan bibitnya didatangkan dari daerah lain perlu diadakan pengawasan terhadap mutu bibit padi yang diperjual belikan, dengan demikian penyebaran penggerek yang berasal dari bibit yang sudah terinfeksi larva dapat dihindari.
 
a. Telur
Telur berkelompok yang dibungkus oleh selaput berwarna coklat muda dan diselubungi oleh bulu yang dikeluarkan oleh ngengat betina ketika mengeluarkan telur, bentuknya oval dan merata, jumlah telur bervariasi antara 50 – 250 butir, lama periode inkubasi telur di Pantura 4 – 8 hari dengan rata-rata 6 hari, telur menetas paling banyak pagi hari dan (85 %) dari telur menetas sebelum pukul satu siang (Hendarsih, 1993).
b. Ulat (larva)
Ulat (larva Stadia ulat mengalami 5 – 6 instar, ukuran larva paling besar yaitu 25 mm dengan rata-rata perkembangan 31 hari.

II. Perkembangan ulat PBPP
c. Pupa
Pupa berwarna putih dengan ukuran panjang 17 mm dan lebar 3 mm, pupa jantan lebih kecil dan ujung abdomen meruncing, proses menjadi pupa terjadi pada pangkal batang dengan lama periode 6 – 9 hari.
d. Ngengat
Ngengat hidupnya pendek yaitu 4 – 7 hari dan maksimum 13 hari, ngengat betina berwarna putih susu panjang 13 mm dan lebar rentangan 28 mm. Bentuk jantan lebih kecil dan panjangnya 11 mm dan rentangan sayap 24 mm, perbandingan antara betina dan jantan 2  : 1. Penyebarannya dapat dibantu dengan angin sampai 4,5 – 15 km dari infestasi awal.
e. Diapause
Hanya PBPP yang mengalami diapause di Indonesia, PBPP berdiapause dalam bentuk larva stadia akhir (prepupa) dibutuhkan 100 hari, jika ada air (curah hujan minimal 10 mm) akan berubah prepupa menjadi pupa adan akan membuat lubang pada batang padi sebagai jalan keluar ngengat yang akan timbul kemudian membuat kokon yang berwarna putih sebagai pembungkus pupa.
f. Tanaman Inang
PBPP merupakan hama monofagus dan hanya hidup pada padi saja. PBPP tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada gulma yang ada disawah, pada leersia hexandra P, PBPP bisa hidup sebagai inang alternatif sampai 8 hari (Hendarsih dan Subagja, 1993). Di Australia PBPP dapat pula hidup pada padi liar Oryzae australiensis selama musim dingin yang kering.
g. Musuh Alami
Parasitoid, predator maupun patogen yang dapat mengurangi populasi PBPP adalah Paederus sp dapat mengkonsumsi 5 ekor ulat yang baru menetas/malam (Dena, unpublished), dan laba-laba memangsa lebih banyak lagi.  Parasitoid telur awal pertanaman rendah yang kemudian meningkat sampai akhir musim hujan. Species parasitoid telur PBPP adalah Telenomus spp, Trichograma spp, Tetrastichus spp. Selain itu walaupun rendah, parasitoid pada larva juga dijumpai yaitu dari dua Braconidae diantaranya Xanthopimpla.
h. Distribusi
PBPP tersebar di Australia, Irian Jaya, Irian Timur, Malaysia, Filipina, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, Jawa, Madura dan sumbawa. Sama halnya dengan di Indonesia di Filipina pun PBPP lebih dominan pada sawah yang mengalami periode bera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR

Arsip Blog

Entri Populer

VIDEO