Sabtu, 18 Desember 2010

SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI

II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
  1. Tanaman Padi
Tanaman padi merupakan tanaman semusim termasuk golongan rumput-rumputan. Padi selain merupakan tanaman termuda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Padi dapat hidup di tanah kering atau basah. Agar produksi padi maksimal maka padi harus ditanam pada lahan yang subur (AAK, 1993).
Menurut Sukma Ade (2006), Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat.
Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan didaerah sub tropika.



Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama empat bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23°C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4 -7.
Menurut Lingga (1999) dan Salma (2000) tanah yang ditanami padi terus menerus menyebabkan tingkat kesuburan tanah akan semakin menurun. Menurunnya kesuburan tanah dikarenakan tanah akan kekurangan akan zat-zat hara mineral dan unsur-unsur lain yang dikandungnya. Setiap petani khususnya, berkewajiban untuk memelihara kesuburan tanah yaitu dengan pemupukan.
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi dilakukan sesuai kondisi di lapangan. Secara biologis, ikan dapat menekan perkembangan hama wereng, penggerek batang dan hama putih. Selanjutnya hama tikus, sero, biawak, dan ular air dapat dicegah melalui pemagaran dengan plastik (BPTP Lembang, 1997).
  1. Hama
Yang dimaksud dengan hama adalah semua binatang yang merugikan tanaman, terutama yang berguna dan dibudidayakan manusia; apabila tidak merugikan tanaman yang berguna dan dibudidayakan manusia dengan sendirinya tidak disebut sebagai hama (Pracaya, 1991).
Hama adalah semua binatang (seperti babi, tikus, serangga, burung, tupai, siput dan lain sebagainya) yang karena aktivitas hidupnya biasa merusak tanaman atau hasilnya dan menurunkan kualitas maupun kuantitas sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi manusia (Natawigena, 1990)
“A pest is an organism which has characteristics that are regarded by humans as injurious or unwanted. This is most often because it causes damage to agriculture through feeding on crops or parasitising livestock, such as codling moth on apples, or boll weevil on cotton. An animal can also be a pest when it causes damage to a wild ecosystem or carries germs within human habitats. Examples of these include those organisms which vector human disease, such as rats and fleas which carry the plague disease, or mosquitoes which vector malaria.”
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hama merupakan organisme yang keberadaannya menyebabkan kerusakan fisik komoditi dan mengganggu kepentingan manusia secara ekonomi. Suatu organisme bisa berstatus hama karena pengaruhnya terhadap kepentingan manusia. Keberadaan mereka yang menyebabkan kerusakan komoditi sehingga menurun nilai ekonomisnya, ataupun mengganggu kenyamanan hidup manusialah yang menaikkan status dari hanya organisme menjadi hama
Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme pengganggu tanaman/ tumbuhan ini dikenal sebagai hama (Djojosumarto, 2000).
Hama-hama tanaman padi menurut Kartasapoetra (1993) terdiri dari :
  1. Hama Sundep (Scirpophaga innotata)
Hama endemis ini berkembang dari pantai hingga daerah ketinggian 200 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan (kurang dari 200 mm) terjadi bulan Oktober-November. Tanda-tanda hama ini dimulai dengan melakukan invaasi (terbangnya ribuan kupu-kupu kecil berwarna putih pada sore dan malam hari) setelah 35 hari masa hujan.
  1. Ulat Penggerek (Scahunobius bipuncifer)
Gangguan dan kerusakan pada tanaman padi gandu, terutama daerah pengunungan, daya pengrusakannya tertuju pada bagian-bagian pucuk tanaman sehingga mematikan tanaman padi.
  1. Hama Puutih (Nymphula depunctalis)
Menyerang dan bergelantungan pada daun padi sehingga berwarna keputij-putihan, bersifat semi aquatil (menggantungkan pada air untuk bernafas dan udara).
  1. Hama wereng Coklat (Nilapervata lugens)
Hama ini selalu mrnghisap cairan dan air dari batang padi muda atau bulir-bulir buah muda yang lunak, dapat meloncat tinggi dan tidak terarah, berwarna coklat, berukuran 3-5 mm, habitat ditempat gelap, lembat dan teduh.
  1. Wereng Hijau (Nephotettix apicalis)
Merusak kelopak-kelopak dan urat-urat daun padi dengan alat penghisap pada moncong yang kuat. Bertelur (sebanyak 25 butir) yang ditempatkan di bawah daun padi selama tiga kali hingga mati.
  1. walang sangit (Leptocorixa acuta)
Binatang ini berbau, hidup bersembunyi di rerumputan, tuton, paspalun, alang-alang sehingga berinvasi pada tanaman padi muda ketika bunting, berbunga atau berubah. Walang sangit menempatkan telurnya (14-16 telur hingga 360 butir telur sepanjang hidupnya) secara berjalan pada daun.
  1. Lembing Hijau (Nezara viridula)
Berkembang pada iklim tropis, hidupnya berkoloni, betina berukuran kecil (16 mm) dengan 1100 telur selama hidupnya, lama penetasan 6-8 minggu, jantan berumur 6 bulan. Serangannya tidak sampai menghampakan padi, tetapi menghasilkan padi berkualitas jelek (goresan-goresan membujur pada kulit gabah dan pecah apabila dilakukan penggilingan)
  1. Ganjur (Pachydiplosis oryzae)
Berkembang di daerah persawahan RRC, India dan Asiaa Tenggara. Menyerang tanaman padi yang penanamannya terlambat, sekitar bulan Februari dan April. Menempatkan telur-telurnya pada kelopak daun padi, larva-larva bergerak menuju dan memasuki batang-batang padi, daun membentuk kelongsong sehingga padi mati.
  1. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT adalah pengendalian hama yang memiliki dasar ekologis dan menyadarkan diri pada faktor-faktor moralitas alami seperti musuh alami dan cuaca serta mencari taktik pengendalian yang mendatangkan gangguan sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut. PHT menggunakan pestisida hanya setelah pemantauan populasi hama yang sistematis dan pemantauan musuh alami menunjukkan diperlukannya penggunaan pestisida (Flint dan R Van den Bosh, 1993)
Kogan (1998) dalam Samsudin (2008) mendefinisikan PHT merupakan sistem yang mendukung dalam pengambilan keputusan untuk memilih dan menggunakan taktik pengendalian hama, satu cara atau lebih yang dikoordinasi secara harmonis dalam satu strategi manajemen, dengan dasar analisa biaya dan keuntungan yang berpatokan pada kepentingan produsen, masyarakat dan lingkungan.
Smith (1983) dalam Oka (1995) mendefinisikan PHT sebagai berikut: Pemberantasan Hama Terpadu (“Integrated Pest Control (IPC)”): adalah pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metoda yang sesuai dalam cara-cara yang seharmonis-harmonisnya dan mempertahankan populasi hama dibawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam keadaan lingkungan dan dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan
Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai dan seserasi mungkin untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankannya pada suatu aras yang berada di bawah aras populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (Untung, 1997).
Dilihat dari aspek teknologi, PHT merupakan perpaduan berbagai teknologi pengendalian hama yang dapat menekan populasi hama sehingga tidak mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani. Menurut UU. No.12 Tahun 1992 penggunaan pestisida dalam sistem PHT merupakan alternatif terakhir. Tujuan utama PHT tidak hanya mengendalikan populasi hama tetapi juga meningkatkan produksi dan kualitas produksi serta meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani. Cara dan metode yang digunakan adalah dengan memadukan teknik-teknik pengendalian hama secara kompatibel serta tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Untung, 2003)
Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman (2007), ada empat prinsip yang digunakan dalam PHT (Pengendalian Hama Terpadu) adalah sebagai berikut :
  1. Budidaya tanaman sehat
  2. Pelestarian musuh alami
Musuh alami merupakan faktor penting pengendali OPT untuk dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara maksimum dalam pengaturan populasi OPT di alam.
  1. Pengamatan secara teratur
Masalah OPT biasanya timbul karena hasil kerja kombinasi unsur-unsur lingkungan yang sesuai baik biotik maupun abiotik serta campur tangan manusia yang dapat mendukung pertumbuhan populasi OPT, oleh karena itu pengamatan ekosistem pertanaman yang intensif secara rutin merupakan dasar analisis ekosistem untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperukan.
  1. Petani sebagai ahli PHT
Petani sebagai pengambil keputusan di lahannya sendiri, hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis ekosistem serta mampu menetapkan keputusan pengendalian OPT secara tepat sesuai dengan prinsip PHT.
Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman (2007), Strategi  PHT adalah memadukan semua teknik atau metode pengendalian OPT secara kompitabel. Teknik atau metode pengendalian yang dapat digunakan antara lain:
  1. Pemanfaatan pengendalaian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami.
  2. Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam, bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman padi kurang sesuai dengan perkembangan OPT serta mendorong berfungsinya agens hayati
  3. Pengendalian fisik dan mekanik bertujuan untuk mengurangi populasi OPT, mengganggu fisiolgis OPT, memanipulasi lingkungan fisik sehingga kurang sesuai bagi perkembangan OPT.
  4. Penggunaan pestisida secara bijaksana dengan melaksanakan prinsip tepat jenis, mutu, waktu,cara, sasaran, dosis dan konsentrasi.
Menurut Oka (1995) tujuan Pengendalian Hama Terpadu dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Memantapkan hasil dalam taraf yang telah dicapai oleh teknologi pertanian maju
  2. Mempertahankan kelestarian lingkungan
  3. Meningkatkan efisiensi masukan dalam berproduksi
  4. Meningkatkan kesejahteraan / pendapatan petani
  5. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan suatu model percontohan yang tujuannya adalah untuk melatih petani agar memiliki keahlian dalam pengendalian  hama dan mampu menerapkan di lapang (Denny, 2008).
SLPHT adalah suatu model percontohan latihan petani secara besar-besaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah unuk melatih petani sehingga mampu meningkatkan  kemampuan dan pengetahuan untuk dapat digunakan memecahkan masalahnya sendiri terutama mengenai serangan organisme pengganggu tanaman, selain itu diharapkan dapat menjadi ahli lapangan PHT sehingga mampu menerapkan prinsip PHT, sekurang-kurangnya di lingkungan sawahnya sendiri (Untung, 1993).
Menurut Untung (1996), Sekolah Lapang PHT adalah suatu model percontohan latihan petani secara besar-besaran. Tujuan Sekolah Lapang PHT (SLPHT) adalah untuk melatih petani sehingga menjadi ahli lapangan PHT sehingga mampu menerapkan prinsip-prinsip PHT, sekurang-kurangnya dilingkungan sawahnya sendiri. Untuk menghasilkan petani yang ahli dalam PHT, keterampilan dasar yang perlu didapatkan dari SLPHT adalah:
a. Pengenalan musuh alami, hama dan pola penyerangannya. Kemampuan mengidentifikasi musuh alami, hama maupun pola penyerangannya dapat dipelajari melalui analisis ekosistem.
b. Pengambilan keputusan. Berdasarkan analisis yang disusun, petani dapat mengambil keputusan yang terbaik dalam pengendalian hama, sehingga modal yang ditanamkan di sawahnya dapat diefisienkan penggunaannya.
SLPHT merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk lebih memasyarakatkan PHT secara nyata dan benar di lapangan. Tujuannya agar petani menjadi tahu, mau dan mampu menerapkan empat prinsip dasar PHT di kebunnya yaitu (a) budidaya tanaman sehat, (b) pelestarian dan pemanfaatan musuh alami, (c) pengamatan agroekosistem secara rutin, dan (d) petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya.
Dalam SLPHT juga terdapat peserta, pemandu, kurikulum dan kegiatan berlatih melatih yang menyatu dengan lingkungan alam nyata. Sedangkan metoda berlatih melatih yang dipakai adalah mengacu pada  prinsip-prinsip berlatih melatih orang dewasa (andragogi) dengan siklus  berlatih melatih melalui pengalaman (Experience Learning Cycle/ELC) (Chalifah, 2007).
Metode yang digunakan dalam kegiatan SLPHT skala luas adalah metode pendidikan orang dewasa (POD) dengan mengutamakan sistem atau cara pembelajaran lewat pengalaman (CBLP).  (Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, 2007)
Azas pokok pelatihan SLPHT di  didasarkan pada acuan umum penyelenggaraan SLPHT yaitu (a) kebun sebagai sarana belajar utama, (b) belajar dari pengalaman, (c) pengkajian agroekosistem, (d) metode dan bahan praktis serta tepat guna, dan (e) kurikulum keterampilan sesuai yang dibutuhkan.
Menurut Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (2007), Tujuan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) adalah sebagai berikut:
  1. Meningkatakan kemampuan dan keterampilan petani di bidang pengamatan OPT pada tanaman pangan dan teknologi pengendaliannya.
  2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani dalam menganalisis agroekosistem pertanian.
  3. Mengendalikan serangan OPT pada kawasan/hamparan
  4. Meningkatkan pemahaman petani akan perlunya kerjasama baik anta anggota dalam kelompok tani maupun antar kelompok.
  5. Meningkatkan kerjasama dalam/dan antar kelompok dalam berusahatani
  6. Meningkatkan kualitas agroekosistem.
  7. Evaluasi
Menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan   (Thoha, 1991).
Evaluasi adalah alat manajemen yang berorientasi pada tindakan dan proses yang dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga relevansi dan efek serta konsekuensinya ditentukan sistematis dan seobjektif mungkin. Data ini digunakan untuk memperbaiki kegiatan sekarang dan yang akan datang seperti dalam perencanaan program, pengambilan keputusan dan pelaksanaan program untuk mencapai kebijaksanaan penyuluh yang efektif (Van De Ban, 1999).
Evaluasi pembangunan adalah suatu kegiatan untuk menilai tingkat pencapaian tujuan program pembangunan, dengan memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja pembangunan; memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target; memberi sumbangan pada aplikasi metode2 analisis lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi (Teguh, 2008).
Evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses (Djunaidi, 2009).
Menurut Wulan dalam Arikunto (1999), Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat keberhasilan program
Menurut Worthen dan Sanders (1979) dalam Djunaidi (2008). Evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.
Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi ini dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (progam, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu progam, perbaikan progam, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat ( Farida, 2000).
Menurut Mardikanto (2005), Pokok-pokok yang terkandung dalam pengertian evaluasi adalah:
  1. Kegiatan pengamatan dan analisis terhadap suatu keadaan, peristiwa, gejala alam atau sesuatu obyek
  2. Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengalaman atau pengtahuan yang kita miliki atau ketahui
  3. Melakukan penilaian atas segala sesuatu yang diamati berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang kita lakukan
Menurut Stufflebeam (1967) dalam Tayibnapis (2000) evaluasi dibagi menjadi empat macam, yaitu :
  1. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh progam dan merumuskan tujuan progam.
  2. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukkan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa yang direncanakan dan strategi untuk mencapai kebutuhan.
  3. Procces evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki.
  4. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah progam berjalan?
Menurut Fuddin (2008). Model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Model ini membagi evaluasi dalam empat macam, yaitu :
  1. Evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan, yaitu membantu merencanakan pilihan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai dan merumuskan tujuan program.
  2. Evaluasi masukan untuk keputusan strukturisasi yaitu menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
  3. Evaluasi proses melayani keputusan implementasi, yaitu membantu keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan.
  4. Evaluasi produk untuk melayani daur ulang keputusan. Keunggulan model CIPP merupakan system kerja yang dinamis.
Ada banyak model yang bisa digunakan dalam melakukan evaluasi program khususnya program pendidikan. Meskipun terdapat beberapa perbedaan antara model-model tersebut, tetapi secara umum model-model tersebut memiliki persamaan yaitu mengumpulkan data atau informasi obyek yang dievaluasi sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan.
Menurut Djunaidi (2009), Model-model dalam evaluasi ini dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam), yaitu :
  1. Goal oriented Evaluation
Dalam model ini, seorang evaluator secara terus menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini menilai kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa mewakili model ini adalah discrepancy model yang dikembangkan oleh Provus. Model ini melihat lebih jauh tentang adanya kesenjangan (Discrepancy) yang ada dalam setiap komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah dicapai.
  1. Decision Oriented Evaluation
Dalam model ini, evaluasi harus dapat memberikan landasan berupa informasi-informasi yang akurat dan obyektif bagi pengambil kebijakan untuk memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan program. Evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh stufflebeam merupakan salah satu contoh model evaluasi ini. Model CIPP merupakan salah satu model yang paling sering dipakai oleh evaluator. Model ini terdiri dari 4 komponen evaluasi sesuai dengan nama model itu sendiri yang merupakan singkatan dari Context, Input, Process dan Product.
Evaluasi konteks (context evaluation) merupakan dasar dari evaluasi yang bertujuan menyediakan alasan-alasan (rationale) dalam penentuan tujuan (Baline R. Worthern & James R Sanders : 1979) Karenanya upaya yang dilakukan evaluator dalam evaluasi konteks ini adalah memberikan gambaran dan rincian terhadap lingkungan, kebutuhan serta tujuan (goal). Evaluasi input (input evaluation) merupakan evaluasi yang bertujuan menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan program.  Evaluasi proses (process evaluation) diarahkan pada sejauh mana kegiatan yang direncanakan tersebut sudah dilaksanakan. Ketika sebuah program telah disetujui dan dimulai, maka dibutuhkanlah evaluasi proses dalam menyediakan umpan balik (feedback) bagi orang yang bertanggungjawab dalam melaksanakan program tersebut
Evaluasi Produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir dari model CIPP. Evaluasi ini bertujuan mengukur dan menginterpretasikan capaian-capaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Dalam proses ini, evaluasi produk menyediakan informasi apakah program itu akan dilanjutkan, dimodifikasi kembali atau bahkanakandihentikan.
  1. Transactional Evaluation
Dalam model ini, evaluasi berusaha melukiskan proses sebuah program dan pandangan tentang nilai dari orang-orang yang terlibat dalam program tersebut.
  1. d. Evaluation Research
Sebagaimana disebutkan diatas, penelitian evaluasi memfokuskan kegiatannya pada penjelasan dampak-dampak pendidikan serta mencari solusi-solusi terkait dengan strategi instruksional.
  1. Goal Free Evaluation
Model yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini yakni Goal Free Evaluation Model justru tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program sebagaimana model goal oriented evaluation. Yang harus diperhatikan justru adalah bagaimana proses pelaksanaan program, dengan jalan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang terjadi selama pelaksanaannya, baik hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negative
  1. Adversary Evaluation
Model ini didasarkan pada prosedur yang digunakan oleh lembaga hukum.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan mempunyai tujuan tertentu. demikian juga dengan evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 13) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen (Djunaidi, 2009).
  1. B. Kerangka Berpikir
Salah satu kendala teknis yang sering dihadapi oleh para petani adalah masalah gangguan hama dan penyakit. Di awal permulaan progam intensifikasi pertanian, masalah ini diusahakan dan ditanggulangi dengan cara menitikberatkan pada penggunaan pestisida. Tetapi cara yang dilakukan ini tidak dapat mengatasi masalah hama dan penyakit yang ada bahkan banyak menimbulkan masalah seperti terjadinya resistensi, timbulnya OPT sekunder, residu pestisida dalam air dan udara serta terbunuhnya organisme bukan sasaran.
Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam upaya peningkatan produksi pertanian. Penanggulangan dan penanganan hama dan penyakit tanaman yang dilakukan dengan menggunakan pestisida terbukti telah banyak menimbulkan dampak negatif terutama bagi kesehatan dan lingkungan.
Berdasarkan masalah tersebut pemerintah Indonesia telah mengambil suatu kebijakan tentang perlindungan tanaman secara terpadu atau sering disebut dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan sistem pengendalian hama dan penyakit tanaman yang didasari oleh prinsip ekologi, ekonomi, social dan budaya. Dalam PHT, penggunaan pestisida merupakan alternatif yang terakhir apabila cara pengendalian yang lain dirasa sudah tidak memungkinkan.
Mengingat teknologi PHT ini merupakan teknologi baru bagi petani maka dalam penerapannya diperlukan suatu porses adopsi. Proses adopsi ini dapat dilaksanakan melalui bimbingan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Dengan metode cara belajar lewat pengalaman, diharapkan para peserta SLPHT akan menemukan sendiri prinsip PHT melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama mengikutii SLPHT. Selain itu melalui kegiatan SLPHT dimana di dalamnya terdapat proses adopsi teknologi PHT diharapkan akan terjadi perubahan perilaku petani dalam berusahatani yang lebih baik.
Pelaksanaan progam SLPHT di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo dilakukan melalui beberapa tahap yaitu survei dasar, musyawarah pra tanam, pembinaan petani penggerak, pelaksanaan SLPHT, lokakarya dan hari lapang tani. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan SLPHT di Desa Mayang Kecamatan Gatak maka perlu dilakukan evaluasi.
Secara sistematis kerangka berpikir evaluasi progam SLPHT tersebut dapat dilihat pada gambar 1.



Gambar 1.Skema kerangka berpikir evaluasi progam sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) model CIPP (contex, input, procces dan product) di Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo.
  1. C. Dimensi Penelitian
    1. Kontek (Context)
      1. Kondisi masyarakat umum petani peserta SLPHT yang meliputi umur dan pendidikan formal yang ditempuh petani.
      2. Kondisi ekonomi peserta SLPHT, yaitu hal-hal yang terdapat pada diri petani peserta SLPHT yang dapat mempengaruhi tingkat penerapan PHT pada tanaman padi. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diteliti adalah luas lahan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan petani.
      3. Kondisi budaya masyarakat merupakan kebiasaan yang masih berlaku dalam masyarakat yang meliputi: norma yang ada, organisasi kemasyarakatan yang ada dan tingkat interaksi yang terjadi dengan masyarakat luar.
      4. Input
        1. Fasilitas fisik yaitu tempat dan alat yang disediakan untuk pelatihan dalam SLPHT yang meliputi alat tulis kantor, CD plano/kertas koran, pastel dan tempat pelaksanaan kegiatan.
        2. Materi SLPHT merupakan pengetahuan yang akan disampaikan dalam kegiatan SLPHT.
        3. Tenaga pelaksana yaitu pelaksana kegiatan SLPHT yang akan dilakukan.
        4. Dana merupakan biaya yang akan digunakan dalam kegiatan pelaksanaan progam SLPHT.
        5. Proses
          1. Survei lokasi dan pendataan peserta, survei lokasi untuk menentukan lokasi yang sesuai untuk mendukung kelancaran pelaksanaan SLPHT serta pendataan peserta yang meliputi nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, data kepemilikan lahan dan varietas yang ditanam.
          2. Pertemuan musyawarah pra tanam, dimaksudkan untuk memusyawarahkan waktu pelaksanaan sebar benih dan waktu tanam yang tepat di lahan milik petani.
          3. Pembinaan petani penggerak yaitu memberikan bekal pengetahuan/keterampilan maupun ilmu kepemanduan dan melatih calon petani penggerak agar mampu untuk merencanakan, mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan SLPHT serta menyamakan persepsi di antara calon petani penggerak.
          4. Pelaksanaan SLPHT / pertemuan mingguan merupakan saat pemberian materi SLPHT kepada petani.
          5. Lokakarya/Koordinasi merupakan kegiatan untuk mempersiapkan hari lapang tani, mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan dan merumuskan rencana tindak lanjut kegiatan.
          6. Hari lapang tani merupakan sosialisasi kegiatan yang telah dilaksanakan, penyebarluasan PHT kepada kelompok tani lain di luar peserta SLPHT serta rencana sosialisasi rencana tindak lanjut.
          7. Produk
            1. Peningkatan kemampuan dan keterampilan  petani di bidang pengamatan OPT pada tanaman padi dan teknologi pengendaliannya secara terpadu merupakan peningkatan kemampuan dan keterampilan petani yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan SLPHT dalam pengamatan OPT dan teknologi pengendaliannya pada tanaman padi.
            2. Peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam menganalisis agroekosistem pertanian merupakan terjadinya peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam menganalisis agroekosistem yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan SLPHT tanaman padi.
            3. Peningkatan kerjasama kelompok dalam berusahatani merupakan peningkatan kerjasama kelompok dalam berusahatani setelah mengikuti kegiatan progam SLPHT.
            4. Peningkatan kualitas agroekosistem yaitu peningkatan kualitas agroekosistem setelah melakukan kegiatan SLPHT sesuai yang diharapkan atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR

Arsip Blog

Entri Populer

VIDEO